Meningkatkan Produksi Biogas Dengan Briket Biomasa

 

Seperti halnya arang aktif yang memiliki pori-pori jauh lebih banyak
dibandingkan arang biasa, atau satu sendok arang aktif diperkirakan memiliki
luas permukaan seperti luasnya lapangan bola. Dengan luasnya permukaan tersebut maka
arang aktif dapat menjerap (adsorpsi) molekul-molekul jauh lebih banyak dengan
dibandingkan arang biasa. Hal itulah yang memubuat arang aktif (activated carbon) digunakan oleh banyak industri, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Proses aktivasi adalah proses untuk membuat atau
membuka pori-pori arang sehingga memiliki luas permukaan yang besar. Demikian
juga dengan proses pembriketan biomasa, akibat tekanan kuat dan suhu tinggi
dari proses pembriketan dengan press mekanik maka pori-pori mikro dari biomasa
akan terbuka. Terbukanya pori-pori biomasa tersebut akan meningkatkan daya
penjerapannya. Ternyata menurut penelitian di Universitas Aarhus Denmark
penggunaan briket biomasa khususnya briket jerami telah mampu meningkatkan
produksi biogas secara signifikan. Setiap 1 ton briket jerami yang ditambahkan
telah menambah produksi biogas rata-rata sebesar 400 meter kubik. Dengan nilai
kalori biogas sekitar 4500 kcal/m3 maka setiap ton penambahan briket jerami
akan menambah kalori sebesar 1.800.000 kcal dalam bentuk biogas.

Penelitian tersebut dilakukan pada unit biogas jenis reaktor alir tangki
berpengaduk (RATB) sehingga upaya memaksimalkan campuran substrate dari biogas
dilakukan secara mekanik. RATB untuk produksi biogas juga masih jarang ditemui
di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara saat ini, tetapi umum di Eropa.
Penambahan briket ke dalam reaktor biogas tersebut juga berarti menambah bahan
organik sebagai bahan baku produksi biogas. Tetapi dengan bentuk briket
tersebut yang memiliki kemampuan menjerap air jauh lebih banyak atau 10 kali
lipat dari jerami curah tanpa dibriket yang mengakibatkan mikroba juga jauh
lebih banyak melakukan penetrasi melalui pori-pori mikro briket jerami tersebut
akibatnya proses fermentasi semakin sempurna. Berdasarkan percobaan tersebut
bahwa produksi biogas mencapai tingkat optimum pada penambahan 10% briket
jerami terhadap volume reaktor. Penambahan briket jerami hingga 10% tersebut
ternyata juga tidak mengganggu kinerja motor pengaduk dan briket jerami
tersebut karena pori-pori mikronya menjerap air secara maksimal juga tidak
membuat material mengambang yang menutup permukaan dalam reaktor
tersebut. 

Bagi pabrik-pabrik biogas di Indonesia khususnya Asia Tenggara pada umumnya
khususnya yang menggunakan RATB untuk produksi biogas tentu saja hal tersebut
di atas bisa sebagai referensi dan panduan untuk uji coba meningkatkan produksi
biogas dengan penambahan briket biomasa. Pada kasus di atas jerami yang
digunakan di Denmark menggunakan jerami dari tanaman gandum karena memang
melimpah ketersediaannya di sana, sedangkan di Indonesia dan Asia Tenggara
jerami dari tanaman padi banyak tersedia. Sifat-sifat jerami gandum dan jerami
padi banyak kemiripannya sehingga diprediksi juga akan menghasilkan volume
biogas yang hampir sama. Tetapi jika unit biogas tersebut misalnya di
pabrik-pabrik sawit maka sumber biomasa seperti mesocarp fiber, tandan kosong
dan daun sawit bisa digunakan sebagai bahan baku briket tersebut. Unit biogas
yang umum digunakan di pabrik-pabrik sawit di Indonesia dan Asia Tenggara
dengan menggunakan bahan baku limbah cair pabrik sawit adalah covered lagoon
yang tidak dilengkapi pengaduk. Untuk jenis reaktor seperti ini salah satu
upaya meningkatkan produksi biogas adalah dengan dengan membuat kondisi
operasinya thermophilic. Panas dari pembangkit listrik biogas bisa dimanfaatkan
untuk mencapai suhu tersebut. Apakah briket biomasa bisa meningkatkan produksi
biogas pada jenis reaktor covered lagoon? Jawabannya masih butuh penelitian
lebih lanjut.





Komentar

Popular post